Kamis, 03 Maret 2011

Hukum Acara Pidana Pertemuan Pertama

HUKUM ACARA PIDANA Pertemuan Pertama
Uun Sancahya Hendrayana Sukma

A.    Pengertian:
Hukum acara pidana adalah hukum yang mengatur tentang cara bagaimana atau menyelenggarakan Hukum Pidana Material, sehingga memperoleh keputusan Hakim dan cara bagaimana isi keputusan itu harus dilaksanakan.
Hukum Acara Pidana di Indonesia saat ini telah diatur dalam satu undang-undang yang dikenal dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yakni UU-08-1981, berlaku sejak 31 Desember 1981

B.     Tujuan hukum acara pidana
adalah untuk mencari dan menemukan kebenaran materiil.
Kebenaran materiil adalah kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat.

C.    Sifat Hukum Pidana
Bertitik tolak bahwa hukum acara pidana merupakan bagian dari hukum publik (Public Law) & hukum yang mempertahankan esensi dari hukum pidana, maka sifat hukum acara pidana harus memberikan kepastian prosedur dan rasa keadilan baik dari anasir orang yang dituntut maupun dan kepentingan masyarakat itu sendiri. Dalam konteks demikian, dengan tegas Wirjono Prodjodikoro menyebutkan, ada 2 (dua) sifat dari hukum acara pidana di Indonesia yaitu kepentingan masyarakat dan kepentingan orang yang dituntut serta sistem inquisitoir dan sistem accusatoir .
  1. Kepentingan masyarakat dan kepentingan orang yang dituntut. Yang perlu diperhatikan dalam sifat Hukum Acara Pidana ini adalah harus dipandang dari 2 (dua) opsi kepentingan yang fundamental sifatnya, yaitu : Pertama, dari optik kepentingan masyarakat itu sendiri dalam arti bahwa kepentingan masyarakat harus dilindungi yang mana hal ini merupakan sifat hukum acara pidana sebagai bagian dari hukum publik (Public Law), karena bertugas melindungi kepentingan masyarakat, konsekuensi logisnya harus diambil rindakan tegas bagi seorang yang telah melanggar suatu peraturan hukum pidana sesuai dengan kadar kesalahannya (equality of law) dimana tindakan tegas dimaksudkan sebagai sarana guna keamanan, ketenteraman dan kedamaian hidup bermasyarakat. Kedua, dari aspek kepentingan orang yang dituntut dalam arti hak dari orang yang dituntut dipenuhi secara wajar sesuai ketentuan hukum positif dalam konteks negara hukum (Rechtsstaat) oleh karena itu orang tersebut harus mendapatkan perlakuan secara adil sedemikian rupa, sehingga jangan sampai ditemukan seorang yang tidak melakukan tindak pidana dijatuhi hukuman, sebaliknya orang yang melakukan tindak pidana tidak dijatuhi hukuman atau apabila orang tersebut memang telah melakukan tindak pidana, jangan sampai mendapat hukuman yang terialu berat dan tidak seimbang atau sepadan dengan kadar kesalahannya. Perlakuan secara adil dari orang yang dituntut ini misalnya saja dapat berupa diterapkannya secara ketat asas praduga tidak bersalah (presumption of innocence) sebagaimana diatur dalam Pasal 8 Undang-undang Nomor 4 Tahan 2004 Ketentuan-kekentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman dan Penjelasan Umum butir 3 c KUHAP, atau dapat pula berupa penjatuhan hukuman berdasarkan asas minimum pembuktian serta keyakinan hakim sebagaimana diatur ketentuan Pasal 6 ayat (2) Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 dan Pasal 183 K.UHAP, dan sebagainya.
  2. Sistem "Inquisitoir" dan Sistem "Accusatoir". Pada dasarnya pandangan/doktrin ilmu pengetahuan hukum pidana mengenal adanya dua macam sistem dan proses pemeriksaan dari orang yang diduga telah melakukan suatu tindak pidana. Pengertian Accusatoir dalam bahasa Indonesia merupakan padanan kata dari menuduh terhadap seorang tersangka, yaitu seorang yang telah didakwa melakukan tindak pidana di mana dalam proses dan prosedur serta sistem pemeriksaan terdakwa dianggap sebagai obyek semata-mata ketika berhadapan dengan kepolisian atau kejaksaan sedemikian rupa, sehingga kedua belah pihak masing-masing, mempunyai suatu hak yang sama nilainya, dan hakim berada di atas kedua belah pihak guna menyelesaikan perkara pidana tersebut sesuai Hukum Pidana yang berlaku (Hukum Positif). Sistem Inquisitoir yang dalam bahasa Indonesia merupakan padanan kata dari istilah pemeriksaan, yaitu sistem pemeriksaan yang menganggap tersangka sebagai suatu objek yang harus diperiksa karena adanya suatu dakwaan. Pemeriksaan ini dapat berupa pendengaran si tersangka tentang dirinya sendiri dan dapat melalui keterangan dari beberapa orang saksi. Oleh karena sudah ada, suatu pendakwa yang sedikit banyak diyakini kebenarannya oleh yang mendakwa melalui sumber-sumber pengetahuan di luar tersangka, maka pendengaran tersangka sudah semestinya merupakan pendorongan kepada tersangka, supaya mengaku saja kesalahannya. Minat mendorongkan ke arah pengakuan salah ini biasanya berhubung dengan tahap pendakwa sebagai manusia belaka ialah begitu hebat, sehingga dalam pratek pendorongan ini berupa penganiayaan terhadap tersangka (pijnbank, torure).
Terhadap sistem Inquisitoir, ini Wirjono Prodjodikoro, lebih jauh menjabarkan : sekiranya sudah terang, bahwa dalam negara Indonesia, berhubung dengan adanya suatu sila dari Pancasila yang merupakan 'Peri Kemanusiaan', harus dalam hakikatnya dianut sistem accusatoir. Dalam melakukan kewajibannya pejabat pengusut dan penuntut perkara pidana harus selalu ingat kepada hakikat ini dan menganggap tersangka selalu sebagai seorang objek yang mempunyai hak penuh untuk membela diri.Mungkin sekali dari aturan hukum acara pidana yang sekarang berlaku di Indonesia, ada yang memberi kesempatan kepada pejabat pengusut dan penuntut perkara untuk memperlakukan seseorang tersangka seolah-olah suatu objek belaka, akan tetapi kesempatan ini sebaiknya tidak dipergunakan, sebaiknya peraturan seperti ini selekas mungkin dihapuskan dan diganti dengan peraturan lain. Ternyata sulit sekali menerapkan salah satu asas tersebut secara tegas dan beidiri sendiri (mandiri). Lazim ditemukan, campuran kedua asas inilah yang banyak diterapkan. Hal ini dibenarkan oleh Oemar Seno Adji, sebagai berikut: Kadang-kadang diambillah suatu kesimpulan, bahwa tidak mungkin kita mengatakan bahwa hukum acara pidana dalam suatu negara itu menganut sistem yang murni accusatoir dan murni Inquisitoir melainkan ia mengandung suatu campuran dari kedua-duanya, accusatoir dan iquisatoir, khususnya apabila dikemukakan adanya karakteristik tertentu untuk rnembeda-bedakan kedua sistem tersebut. Misalnya dipergunakan sebagai suatu kriterium adanya suatu pemeriksaan yang terbuka ataupun tertutup terhadap orang yang dituduh melakukan suatu tindak pidana, dengan sendirinya ia menimbulkan suatu stelsel campuran, karena umumnya dalam pemeriksaan pendahuluan kita menerima suatu pemeriksaan yang tidak terbuka, sedangkan pemeriksaan di persidangan pengadilan acara terbuka untuk umum . Karena itu identifikasi suatu sistem accusatoir ataupun inquisitoir dengan sifat demokratis ataupun sifat demokratis dari hukum acara pidana yang berlaku tidak dapat dibenarkan.

Rabu, 02 Maret 2011

MENGENAL SOSIOLOGI

MENGENAL SOSIOLOGI
Uun Sancahya Hendrayana Sukma
Sosiologi berasal dari bahasa Latin yaitu Socius yang berarti kawan, teman sedangkan Logos berarti ilmu pengetahuan. Jadi Sosiologi adalah ilmu pengetahuan tentang masyarakat. Masyarakat adalah sekelompok individu yang mempunyai hubungan, memiliki kepentingan bersama, dan memiliki budaya. Sosiologi hendak mempelajari masyarakat, perilaku masyarakat, dan perilaku sosial manusia dengan mengamati perilaku kelompok yang dibangunnya. Kelompok tersebut mencakup keluarga, suku bangsa, negara, dan berbagai organisasi politik, ekonomi, sosial. Istilah Sosiologi sebagai cabang Ilmu Sosial dicetuskan pertama kali oleh ilmuwan Perancis, bernama August Comtetahun 1842. Sehingga Comte dikenal sebagai Bapak Sosiologi. Selanjutnya Émile Durkheim — ilmuwan sosial Perancis — yang kemudian berhasil melembagakan Sosiologi sebagai disiplin akademis. Di Inggris Herbert Spencer mempublikasikan Sosiology pada tahun 1876. Di Amerika Lester F.Ward mempublikasikan Dynamic Sosiology. Sebagai sebuah ilmu, sosiologi merupakan pengetahuan kemasyarakatan yang tersusun dari hasil-hasil pemikiran ilmiah dan dapat di kontrol secara kritis oleh orang lain atau umum.
1.      Pengertian.
Sosiologi merupakan sebuah istilah yang berasal dari kata latin socius yang artinya teman, dan logos dari kata Yunani yang berarti cerita, diungkapkan pertama kalinya dalam buku yang berjudul “Cours De Philosophie Positive” karangan August Comte (1798-1857). Sosiologi muncul sejak ratusan, bahkan ribuan tahun yang lalu. Namun sosiologi sebagai ilmu yang mempelajari masyarakat baru lahir kemudian di Eropa.
Sejak awal masehi hingga abad 19, Eropa dapat dikatakan menjadi pusat tumbuhnya peradaban dunia, para ilmuwan ketika itu mulai menyadari perlunya secara khusus mempelajari kondisi dan perubahan sosial. Para ilmuwan itu kemudian berupaya membangun suatu teori sosial berdasarkan ciri-ciri hakiki masyarakat pada tiap tahap peradaban manusia.
Dalam buku itu, Comte menyebutkan ada tiga tahap perkembangan intelektual, yang masing-masing merupakan perkembangan dari tahap sebelumya.
Tiga tahapan itu adalah :
  1. Tahap teologis; adalah tingkat pemikiran manusia bahwa semua benda di dunia mempunyai jiwa dan itu disebabkan oleh suatu kekuatan yang berada di atas manusia.
  2. Tahap metafisis; pada tahap ini manusia menganggap bahwa didalam setiap gejala terdapat kekuatan-kekuatan atau inti tertentu yang pada akhirnya akan dapat diungkapkan. Oleh karena adanya kepercayaan bahwa setiap cita-cita terkait pada suatu realitas tertentu dan tidak ada usaha untuk menemukan hukum-hukum alam yang seragam.
  3. Tahap positif; adalah tahap dimana manusia mulai berpikir secara ilmiah.
Comte kemudian membedakan antara sosiologi statis dan sosiologi dinamis. Sosiologi statis memusatkan perhatian pada hukum-hukum statis yang menjadi dasar adanya masyarakat. Sosiologi dinamis memusatkan perhatian tentang perkembangan masyarakat dalam arti pembangunan.oe
Rintisan Comte tersebut disambut hangat oleh masyarakat luas, tampak dari tampilnya sejumlah ilmuwan besar di bidang sosiologi. Mereka antara lain Herbert Spencer, Karl Marx, Emile Durkheim, Ferdinand Tönnies, Georg Simmel, Max Weber, dan Pitirim Sorokin(semuanya berasal dari Eropa). Masing-masing berjasa besar menyumbangkan beragam pendekatan mempelajari masyarakat yang amat berguna untuk perkembangan Sosiologi.
  • Herbert Spencer memperkenalkan pendekatan analogi organik, yang memahami masyarakat seperti tubuh manusia, sebagai suatu organisasi yang terdiri atas bagian-bagian yang tergantung satu sama lain.
  • Karl Marx memperkenalkan pendekatan materialisme dialektis, yang menganggap konflik antar-kelas sosial menjadi intisari perubahan dan perkembangan masyarakat.
  • Emile Durkheim memperkenalkan pendekatan fungsionalisme yang berupaya menelusuri fungsi berbagai elemen sosial sebagai pengikat sekaligus pemelihara keteraturan sosial.
  • Max Weber memperkenalkan pendekatan verstehen (pemahaman), yang berupaya menelusuri nilai, kepercayaan, tujuan, dan sikap yang menjadi penuntun perilaku manusia.
Definisi Sosiologi
Berikut ini definisi-definisi sosiologi yang dikemukakan beberapa ahli.
·       Pitirim Sorokin
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan dan pengaruh timbal balik antara aneka macam gejala sosial (misalnya gejala ekonomi, gejala keluarga, dan gejala moral), sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan dan pengaruh timbal balik antara gejala sosial dengan gejala non-sosial, dan yang terakhir, sosiologi adalah ilmu yang mempelajari ciri-ciri umum semua jenis gejala-gejala sosial lain.
·       Roucek dan Warren
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia dalam kelompok-kelompok.
·       William F. Ogburn dan Mayer F. Nimkopf
Sosiologi adalah penelitian secara ilmiah terhadap interaksi sosial dan hasilnya, yaitu organisasi sosial.
·       J.A.A Von Dorn dan C.J. Lammers
Sosiologi adalah ilmu pengetahuan tentang struktur-struktur dan proses-proses kemasyarakatan yang bersifat stabil.
·       Max Weber
Sosiologi adalah ilmu yang berupaya memahami tindakan-tindakan sosial.
·       Selo Sumardjan dan Soelaeman Soemardi
Sosiologi adalah ilmu kemasyarakatan yang mempelajari struktur sosial dan proses-proses sosial termasuk perubahan sosial.


·       Paul B. Horton
Sosiologi adalah ilmu yang memusatkan penelaahan pada kehidupan kelompok dan produk kehidupan kelompok tersebut.
·       Soejono Sukamto
Sosiologi adalah ilmu yang memusatkan perhatian pada segi-segi kemasyarakatan yang bersifat umum dan berusaha untuk mendapatkan pola-pola umum kehidupan masyarakat.
·       William Kornblum
Sosiologi adalah suatu upaya ilmiah untuk mempelajari masyarakat dan perilaku sosial anggotanya dan menjadikan masyarakat yang bersangkutan dalam berbagai kelompok dan kondisi.
·       Allan Jhonson
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari kehidupan dan perilaku, terutama dalam kaitannya dengan suatu sistem sosial dan bagaimana sistem tersebut mempengaruhi orang dan bagaimana pula orang yang terlibat didalamnya mempengaruhi sistem tersebut.
2. Sejarah dan Perkembangan Sosiologi
a. Sejarah kelahiran sosiologi
Sebagai ilmu, sosiologi masih cukup muda, bahkan paling muda di antara ilmu-ilmu sosial yang lain. Tokoh yang sering dianggap sebagai Bapak Sosiologi adalah Auguste Comte, seorang ahli filsafat dari Perancis yang lahir pada tahun 1798 dan meninggal pada tahun 1853.  Auguste Comte mencetuskan pertama kali nama sociology dalam bukunya yang berjudul Positive Philoshopy yang terbit pada tahun 1938. Pada waktu itu Comte menganggap bahwa semua penelitian tentang masyarakat telah mencapai tahap terakhir, yakni tahap ilmiah, oleh karenanya ia menyarankan semua penelitian tentang masyarakat ditingkatkan menjadi ilmu yang berdiri sendiri, lepas dari filsafat yang merupakan induknya. Pandangan Comte yang dianggap baru pada waktu itu adalah bahwa sosiologi harus didasarkan pada observasi dan klasifikasi yang sistematis, dan bukan pada kekuasaan serta spekulasi.
Di samping mengemukakan istilah sosiologi untuk ilmu baru yang berasal dari filsafat masyarakat ini, Comte juga merupakan orang pertama yang membedakan antara ruang lingkup dan isi sosiologi dari ilmu-ilmu lainnya.
Menurut Comte ada tiga tahap perkembangan intelektual, yang masing-masing merupakan perkembangan dari tahap sebelumnya. Tahap pertama dinamakan tahap theologis, kedua adalah tahap metafisik, dan ketiga adalah tahap positif. Pada tahap pertama manusia menafsirkan gejala-gelajala di sekelilingnya secara teologis, yaitu dengan kekuatan adikodrati yang dikendalikan oleh roh, dewa,  atau Tuhan yang Maha Kuasa. Pada tahap kedua manusia mengacu pada hal-hal metafisik atau abstrak, pada tahap ketiga manusia menjelaskan fenomena-fenomena ataupun gejala-gejala dengan menggunakan metode ilmiah, atau didasarkan pada hukum-hukum ilmiah. Di sinilah sosiologi sebagai penjelasan ilmiah mengenai masyarakat.
Dalam sistematika Comte, sosiologi terdiri atas dua bagian besar, yaitu: (1) sosiologi statik, dan (2) sosiologi dinamik. Sosiologi statik diibaratkan dengan anatomi sosial/masyarakat, sedangkan sosiologi dinamik berbicara tentang perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat.
b. Perkembangan Sosiologi setelah Comte
Istilah sosiologi menjadi lebih populer setelah setengah abad kemudian berkat jasa dari Herbert Spencer, ilmuwan Inggris, yang menulis buku berjudul Principles of Sociology (1876), yang mengulas tentang sistematika penelitian masyarakat.
Perkembangan sosiologi semakin mantap, setelah pada tahun 1895 seorang ilmuwan Perancis bernama Emmile Durkheim menerbitkan bukunya yang berjudul Rules of  Sociological Method. Dalam buku yang melambungkan namanya itu, Durkheim menguraikan tentang pentingnya metodologi ilmiah dan teknik pengukuran kuantitatif di dalam sosiologi untuk meneliti fakta sosial. Misalnya dalam kasus bunuh diri (suicide). Angka bunuh diri dalam masyarakat yang cenderung konstan dari tahun ke tahun, dipengaruhi oleh faktor yang berasal dari luar individu. Dalam suatu jenis bunuh diri yang dinamakan altruistic suicide disebabkan oleh derajat integrasi sosial yang sangat kuat. Misalnya dalam satuan militer, dapat saja seorang anggota mengorbankan dirinya sendiri demi keselematan satuannya. Sebaliknya, dalam masyarakat yang derajat integrasi sosialnya rendah, akan mengakibatkan terjadinya bunuh diri egoistik (egoistic suicide). Derajat integrasi sosial yang rendah dapat disebabkan oleh lemahnya ikatan agama ataupun keluarga. Seseorang dapat saja melakukan bunuh diri karena tidak tahan menderita penyakit yang tidak kunjung sembuh, di lain sisi ia merasa tidak mempunyai ikatan apapun dengan anggota keluarga atau masyarakat yang lain. Pada masyarakat yang dilanda kekacauan, anggota-anggota masyarakat yang merasa bingung karena tidak adanya norma-norma yang dapat dijadikan pedoman untuk mencapai kebutuhan-kebutuhan hidupnya, dapat saja melakukan bunuh diri jenis anomie (anomic suicide). Berbagai macam jenis bunuh diri ini, oleh Durkheim dinyatakan sebagai peristiwa yang terjadi bukan karena faktor-faktor internal individu, melainkan dari pengaruh faktor-faktor eksternal individu, yang disebut fakta sosial..
Banyak pihak kemudian mengakui bahwa Durkheim sebagai ”Bapak Metodologi Sosiologi”. Durkheim bukan saja mampu melambungkan perkembangan sosiologi di Perancis, tetapi bahkan berhasil mempertegas eksistensi sosiologi sebagai bagian dari ilmu pengetahuan ilimiah (sains) yang terukur, dapat diuji, dan objektif.
Menurut Durkheim, tugas sosiologi adalah mempelajari apa yang disebut fakta sosial. Fakta sosial adalah cara-cara bertindak, berfikir, dan berperasaan yang berasal dari luar individu, tetapi memiliki kekuatan memaksa dan mengendalikan individu. Fakta sosial dapat berupa kultur, agama, atau isntitusi sosial.
Perintis sosiologi yang lain adalah Max Weber. Pendekatan yang digunakan Weber berbeda dari Durkheim yang lebih menekankan pada penggunaan metodologi dan teknik-teknik pengukuran kuantitatif dari pengaruh faktor-faktor eksternal individu. Wever lebih menekankan pada pemahaman di tingkat makna dan mencoba mencari penjelasan pada faktor-faktor internal individu. Misalnya tentang tindakan sosial. Tindakan sosial merupakan perilaku individu yang diorientasikan kepada pihak lain, tetapi bermakna subjektif bagi aktor atau pelakunya. Makna sebenarnya dari suatu tindakan hanya dimengerti oleh pelakukunya. Tugas sosiologi adalah mencari penjelasan tentang makna subjektif dari tindakan-tindakan sosial yang dilakukan oleh individu.
3. Karakteristik Sosiologi
Sebagai ilmu, sosiologi memiliki sifat hakikat atau karakteristik sosiologi:
  1. Merupakan ilmu sosial, bukan ilmu kealaman ataupun humaniora
  2. Bersifat empirik-kategorik, bukan normatif atau etik; artinya sosiologi berbicara apa adanya tentang fakta sosial secara analitis, bukan mempersoalkan baik-buruknya fakta sosial tersebut. Bandingkan dengan pendidikan agama atau pendidikan moral.
  3. Merupakan ilmu pengetahuan yang bersifat umum, artinya bertujuan untuk menghasilkan pengertian dan pola-pola umum dari interaksi antar-manusia dalam masyarakat, dan juga tentang sifat hakikat, bentuk, isi dan struktur masyarakat.
  4. Merupakan ilmu pengetahuan murni (pure science), bukan ilmu pengetahuan terapan (applied science)
  5. Merupakan ilmu pengetahuan yang abstrak atau bersifat teoritis. Dalam hal ini sosiologi selalu berusaha untuk menyusun abstraksi dari hasil-hasil observasi. Abstraksi tersebut merupakan kerangka dari unsur-unsur yang tersusun secara logis serta bertujuan untuk menjelaskan hubungan sebab-akibat sehingga menjadi teori.
4. Kegunaan Sosiologi dan Peran Sosiolog
Sosiologi dipelajari untuk apa? Dengan pertanyaan lain mengapa kita belajar sosiologi? Pertanyaan-pertanyaan itu dapat dijawab dengan uraian tentang peran sosiolog (ahli sosiologi) berikut ini.
Sebenarnya di mana dan sebagai apa seorang sosiolog dapat berkiprah, tidak mungkin dapat dibatasi oleh sebutan-sebutan dalam administrasi okupasi (pekerjaan/mata pencaharian) resmi yang dileluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Di beberapa negara telah muncul pengakuan yang kuat terhadap sumbangan dan peran sosiolog di berbagai bidang kehidupan dan pembangunan.
Horton dan Hunt (1987) menyebutkan beberapa profesi yang pada umumnya diisi oleh para sosiolog.
  1. Ahli riset, baik itu riset ilmiah (dasar) untuk perkembangan ilmu pengetahuan ataupun riset yang diperlukan untuk kepentingan industry (praktis)
  2. Konsultan kebijakan, khususnya untuk membantu untuk memprediksi pengaruh sosial dari suatu kebijakan dan/atau pembangunan
  3. Sebagai teknisi atau sosiologi klinis, yakni ikut terlibat di dalam kegiatan perencanaan dan pelaksanaan program kegiatan dalam masyarakat
  4. Sebagai pengajar/pendidik
  5. Sebagai pekerja sosial (social worker)
Di luar profesi yang telah disebutkan oleh Horton dan Hunt tersebut, tentu saja masih banyak profesi lain yang dapat digeluti oleh seorang sosiolog. Banyak bukti menunjukkan, bahwa dengan kepekaan dan semangat keilmuannya yang selalu berusaha membangkitkan sikap kritis, para sosiologi banyak yang berkarier cemerlang di berbagai bidang yang menuntut kreativitas, misalnya dunia jurnalistik. Di jajaran birokrasi, para sosiolog sering berpeluang menonjol dalam karier karena kelebihannya dalam dalam visinya atas nasib rakyat.
Seiring dengan perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat, keterlibatan para sosiolog di berbagai bidang kehidupan akan semakin penting dan sangat diperlukan. Perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat akan menuntut penyesuaian dari segenap komponen masyarakat yang menuntut kemampuan mengantisipasi keadaan baru. Para sosiolog pada umumnya unggul dalam hal penelitian sosial, sehingga perannya sangat diperlukan.

Minggu, 13 Februari 2011

Kembangkan anak jadi lebih kreatif

Banyak orangtua, sadar atau tidak, menganggap anak yang pandai adalah anak yang unggul secara akademik. Tanpa menyadari bahwa kreativitas dan bakat juga perlu dibangun agar anak berhasil dalam kehidupan.

Anak kreatif dapat memecahkan berbagai persoalan yang dihadapinya dengan cara yang efektif, tidak takut melakukan kesalahan, mau berusaha dan mangambil risiko hingga mendapatkan ide yang inovatif.
Orangtua dan guru harus mampu menciptakan iklim yang menunjang dan mendorong anak merasa tertantang untuk berkreasi.


Tantangannya adalah, bagaimana mendidik anak agar menjadi unggul secara akademik dan juga kreatif ?

*Mengembangkan kreativitas

Pada dasarnya, berpikir kreatif dapat dikembangkan melalui aktivitas atau kebiasaan sehari-hari. Sehingga menurut Patricia, keberadaan lembaga khusus kurang diperlukan. “Yang terpenting adalah bagaimana orangtua dan guru mampu menciptakan iklim yang menunjang pengembangan kreativitas, yang mendorong anak untuk merasa tertarik dan tertantang untuk berkreasi,” jelasnya. Namun, tambah Yelia, jika yang dimaksud adalah kreativitas yang berkaitan dengan bidang tertentu, seperti seni, anak dapat saja mengikuti kegiatan khusus untuk mengasah potensi dan kreativitasnya.”

Peranan orang dewasa sebagai panutan dalam berperilaku kreatif juga sangat membantu pengembangan kreativitas anak. Hal ini diungkapkan Ahli Pendidikan Kreatif dari Qurius, Kayee Man. “Perilaku kreatif bisa ditunjukkan dengan berpikiran terbuka, berani mengambil risiko, mencari ide-ide baru, mengevaluasi ide secara kritis, dan tak ragu untuk mengatasi masalah. Anak-anak belajar dengan mencontoh perilaku orang lain, maka perilaku orang dewasa di sekitarnya merupakan pengaruh yang sangat penting untuk mereka. Orang-orang dewasa ini juga dapat mendorong anak-anak menjadi kreatif dengan memberikan pujian ketika anak tersebut melakukan sesuatu yang kreatif,” papar Kayee.

Secara spesifik, Kayee melihat guru dan orangtua harus belajar dengan strategi dan kemampuan berpikir kreatif, agar dapat mendorong anak berpikir kreatif. “Mereka juga dapat mencari informasi mengenai lingkungan seperti apa yang dapat mendukung kreativitas, sehingga mereka sendiri dapat membangun lingkungan semacam itu,” tambahnya.

Menurut Patricia, proses kreatif tidak bisa dipisahkan dari adanya imajinasi. “Anak yang diberi kesempatan untuk bebas berimajinasi lewat bermain atau aktivitas lainnya sudah mendapatkan peluang besar untuk memunculkan potensi kreatifnya. Dengan lingkungan yang kaya akan rangsangan mental di mana anak bebas dan merasa aman dalam berkreasi maka ia akan merasa tertarik dan tertantang untuk mewujudkan kreativitasnya. Kondisi ini, dapat tercipta bila orangtua mau menyempatkan diri berdiskusi dengan anak, menyediakan alat-alat permainan yang dapat merangsang kreativitas, dan memberi ruang untuk berkreasi.”

Sinergi pengetahuan & kreativitas
Ahli kreativitas, S.C. Utami Munandar melihat bahwa pendidikan kreativitas sangat terkait dengan pendidikan akademik. Dengan menjadi kreatif, siswa tidak akan merasa cemas ketika menghadapi masalah dalam pelajaran karena sudah terbiasa melihat suatu masalah dari berbagai sudut pandang.

Kayee sependapat bahwa seharusnya tidak ada perbedaan antara akademik dan kreativitas. Karena untuk menjadi kreatif dibutuhkan pengetahuan dan keterampilan. “Anda tidak dapat mencipta atau memikirkan sesuatu yang baru jika hanya sedikit hal yang Anda ketahui. Di lain pihak, mengetahui dan mengingat banyak hal tanpa mengetahui bagaimana mengelola pengetahuan itu menjadi suatu manfaat yang baik dan efektif juga tidak berguna,” tegas Kayee.

Mengenai metode pendidikan, Yelia memandang perlu dikembangkan kemampuan dalam berpikir secara divergen, yaitu proses berpikir yang memungkinkan untuk menghasilkan beragam jawaban terhadap satu persoalan. “Misalnya metode belajar aktif. Metode ini akan merangsang anak untuk mencari solusi dari beragam persoalan kegiatan belajar. Kegiatan belajar mengajar pun dirancang sedemikian rupa sehingga tidak hanya bersifat teoritis tetapi juga memungkinkan siswa atau anak untuk mengaplikasikan teori tersebut dalam kehidupan sehari-hari,” jelas Yelia.

Misalnya, guru memberikan pertanyaan yang menuntut jawaban yang beragam, seperti meminta anak menyebutkan fungsi lain yang tidak biasa dari suatu benda (katakan saja fungsi lain dari koran selain dari fungsi umumnya yaitu untuk dibaca).

Dari penelitian yang dilakukan oleh Kayee di sejumlah sekolah umum, disimpulkan bahwa para guru harus lebih menyadari bahwa mereka bisa menjadi kreatif dan memiliki keberanian untuk mengaplikasikan kekreatifannya dalam proses mengajar. ”Namun hal ini sulit dilakukan karena kendalanya di Indonesia ialah budaya yang tidak mendukung sesuatu dilakukan secara berbeda. Dalam budaya Indonesia, mengambil risiko bukanlah hal yang biasa dilakukan,” pungkas Kayee.

Ciri-ciri anak yang kreatif
Fluency. Mampu melontarkan beragam ide unik dalam waktu terbatas
Flexibility. Mampu menelaah berbagai sudut pandang dalam mencari alternatif pemecahan masalah
Mampu menciptakan/memikirkan hal-hal yang bersifat original
Mampu melakukan elaborasi terhadap berbagai persoalan yang dihadapi, atau berpikir secara detil sehingga dapat menghasilkan hal-hal atau pemikiran baru
Mampu mengombinasikan berbagai hal/ide yang dapat menghasilkan sesuatu yang baru

Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mengembangkan kreativitas dan bakat
Ciptakan lingkungan yang merangsang kreativitas
Kembangkan rasa ingin tahu anak dengan mengenalkannya pada berbagai hal atau kegiatan, misalnya dengan melakukan eksprerimen sederhana, membuat kreasi, atau mengunjungi museum.

Libatkan anak dalam kegiatan curah ide (brainstorming )
Minta anak melontarkan beragam ide dalam kelompok, dan kemudian membahas ide-ide yang dilontarkan. Semakin banyak ide yang dihasilkan, semakin besar kemungkinkan munculnya ide-ide yang unik.

Berikan kesempatan untuk bereksplorasi dan mencoba
Berikan anak kebebasan untuk melakukan eksplorasi, menemukan hal-hal baru, dan sesekali membuat kesalahan sehingga ia dapat belajar menelaah berbagai sudut pandang untuk memecahkan persoalan.

Munculkan motivasi internal
Hargai setiap ide maupun karya yang dihasilkan anak secara proporsional. Hindari memberi kritik yang dapat menimbulkan kekecewaan pada anak. Hindari juga memberi pujian secara berlebihan. Hendaknya juga tidak selalu menghadapkan anak pada situasi yang kompetitif.

Kembangkan cara berpikir yang fleksibel dan playful
Latih anak untuk menelaah berbagai sudut pandang dalam menghadapi persoalan. Misalnya saja ketika anak melontarkan pendapatnya, orangtua atau guru dapat memperkaya pendapat tersebut ataupun memberikan pendapat dari sudut pandang lain tanpa mengkritisinya. Kembangkan sense or humor sehingga anak terbiasa menghadapi ide-ide ‘liar’, yang tidak biasa (out of the box).

Kenalkan anak dengan orang-orang yang kreatif
Kenalkan anak pada seseorang yang memiliki suatu karya dan diskusikan mengenai kemampuannya. Guru juga dapat merancang suatu kegiatan di sekolah, misalnya dengan mengundang ahli dalam bidang tertentu untuk berbagi pengalaman mengenai hal-hal yang dapat membantu mereka dalam menghasilkan karyanya (mengembangkan kreativitas), seperti penulis, musisi, scientist, dsb)


Kebiasaan-kebiasaan yang menghambat kreativitas anak
Pola asuh otoriter atau over protektif.
Memberikan aktivitas yang sudah terstruktur, seperti mewarnai berdasarkan contoh dan permainan yang sifatnya mekanis dan otomatis
Kebiasaan mengkritik secara cepat dan mencemooh hasil karya anak
Kurangnya waktu luang untuk anak
Melarang anak untuk melamun, padahal melamun merupakan saat dimana anak dapat berimajinasi menghasilkan kreasi-kreasinya. Namun orangtua dan guru juga tetap perlu memperhatikan durasi anak dalam melamun agar tidak membuatnya lupa mengerjakan tugasnya kembali atau melakukan aktivitas semula

Rabu, 19 Januari 2011

kilas otonomi daerah


Pelaksanaan otonomi daerah memang merupakan salah satu agenda reformasi. Hampir semua bangsa di dunia ini menghendaki adanya otonomi, yaitu hak untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri tanpa adanya campur tangan dan intervensi pihak lain. Otonomi atau autonomy berasal dari bahasa yunani, auto yang berarti sendiri dan nomous yang berarti hukum atau peraturan. Dalam kaitannya dengan politik atau pemerintahan, otonomi daerah berarti self government atau the condition of living under one’s laws. Dalam negara kesatuan (unitarisme) otonomi daerah itu diberikan oleh pemerintah pusat (central government) sedangkan pemerintah daerah hanya menerima penyerahan dari pemerintah pusat. Berbeda halnya dengan otonomi daerah di negara federal, dimana otonomi daerah telah melekat pada negara-negara bagian, sehingga urusan yang dimiliki oleh pemerintah federal pada hakekatnya adalah urusan yang diserahkan oleh negara bagian.
            Konstelasi tersebut menunjukan bahwa dalam negara kesatuan kecenderungan kewenangan yang besar berada di central government, sedangkan dalam negara federal kecenderungan kewenangan yang besar berada pada local government. Hal ini menyebabkan pemerintah daerah (local government) dalam negara kesatuan seperti Indonesia lebih banyak mengantungkan otonominya pada political will pemerintah pusat, yaitu sampai sejauh mana pemerintah pusat mempunyai niat baik untuk memberdayakan local government melaui pemberian wewenang yang lebih besar. Keperluan otonomi pemerintah lokal yaitu untuk memperbesar kewenangan mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri. Karena itu keperluan otonomi pada tingkat lokal pada hakikatnya adalah untuk memperkecil intervensi pemerintah pusat dalam urusan rumah tangga daerah.
            Dari pemahaman tentang otonomi daerah
tersebut, maka pada hakikatnya otonomi daerah adalah :
1.         Hak mengurus rumah tangga sendiri bagi suatu daerah otonom. Hak tersebut bersumber dari wewenang pangkal dan urusan-urusan pemerintah ( pusat ) yang diserahkan kepada Daerah. Istilah sendiri dalam hak mengatur dan mengurus rumah tangga merupakan inti keotonomian  suatu daerah : penetapan kebijakan sendiri, serta pembiayaan dan pertanggungjawaban daerah sendiri, maka hak itu dikembalikan kepada pihak yang memberi, dan berubah kembali menjadi urusan Pemerintah ( pusat );
2.      Dalam kebebasan menjalankan hak mengurus dan mengatur rumah tangga sendiri, daerah tidak dapat menjalankan hak dan wewenang otonominya itu diluar batas-batas wilayah daerahnya;
3.      Daerah tidak boleh mencampuri hak mengatur dan mengurus rumah tangga daerah lain sesuai dengan wewenang pangkal dan urusan yang diserahkan kepadanya;
4.      Otonomi tidak membawahi otonomi daerah lain, hak mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri tidak merupakan subordinasi hak mengatur dan mengurus rumah tangga daerah lain. Dengan demikian daerah otonom adalah daerah yang self government, self sufficiency, self authority, dan self regulation to its laws and affairs dari daerah lainnya baik secara vertikal maupun horisontal karena daerah otonom memiliki actual independence.
Sedangkan tujuan pemberian otonomi
kepada daerah setidak-tidaknya akan meliputi 4 aspek sebagai berikut :
1.      Dari segi politik adalah untuk mengikutsertakan, menyalurkan inspirasi dan aspirasi masyarakat, baik untuk kepentingan daerah itu sendiri, maupun untuk mendukung politik dan kebijaksanaan nasional dalam rangka pembangunan dalam proses demokrasi di lapisan bawah.
2.      Dari segi manajemen pemerintahan, adalah untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan, terutama dalam memberikan pelayanan terhadap dengan memperluas jenis-jenis pelayanan dalam berbagai bidang kebutuhan masyarakat.
3.      Dari segi kemasyarakatan, untuk meningkatkan partisipasi serta menumbuhkan kemandirian masyarakat, dengan melakukan usaha pemberdayaan (empowerment)  masyarakat, sehingga masyarakat makin mandiri, dan tidak terlalu banyak tergantung pada pemberian pemerintah serta memiliki daya saing yang kuat dalam proses penumbuhannya.
4.      Dari segi ekonomi pembangunan, adalah untuk melancarkan pelaksanaan program pembangunan guna tercapainya kesejahteraan rakyat yang makin meningkat.
Catatan : 
Harapan dan tuntutan masyarakat Indonesia agar proses demokratisasi untuk terciptanya masyarakat demokratis yang berkeadilan dalam penyelenggaraan berkehidupan di bidang ekonomi, politik, sosio-kultural dan penegakkan hukum serta penghargaan terhadap hak-hak asasi manusia memerlukan pemikiran yang matang, mendasar dan berdemensi jauh ke depan. Pemikiran itu kemudian dirumuskan dalam kebijakan otonomi daerah yang sifatnya menyeluruh dan dilandasi oleh prinsip-prinsip dasar demokrasi, kesetaraan dan keadilan disertai oleh kesadaran akan keanekaragaman kehidupan bersama sebagai bangsa dalam semangat bhineka Tunggal Ika.
           
Kebijakan otonomi daerah diarahkan kepada pencapaian sasaran-sasaran sebagai berikut :
  1. Peningkatan pelayanan publik dan pengembangan kreativitas masyarakat serta aparatur pemerintah di daerah
  2. Kesetaraan hubungan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dan antar pemerintah daerah dalam kewenangan dan keuangan
  3. Untuk menjamin peningkatan rasa kebangsaan demokrasi dan kesejahteraan masyarakat di daerah 
Permasalahan-permasalahan mendasar yang dihadapai dalam penyelenggaraan otonomi daerah antara lain adalah sebagai berikut:
  1. Penyelenggaraan otonomi daerah oleh pemerintah pusat selama ini cenderung tidak dianggap sebagai amanat konstitusi sehingga proses desentralisasi menjadi tersumbat.
  2. Kuatnya kebijakan sentralisasi membuat semakin tingginya ketergantungan daerah-daerah kepada pusat yang nyaris mematikan kreativitas masyarakat beserta seluruh perangkat pemerintah di daerah.
  3. Adanya kesenjangan yang lebar antara daerah dan pusat dan antar daerah sendiri dalam pemilikan sumber daya alam, sumber daya budaya, infrastruktur ekonomi dan tingkat kualitas sumberdaya manusia.