Kamis, 03 Maret 2011

Hukum Acara Pidana Pertemuan Pertama

HUKUM ACARA PIDANA Pertemuan Pertama
Uun Sancahya Hendrayana Sukma

A.    Pengertian:
Hukum acara pidana adalah hukum yang mengatur tentang cara bagaimana atau menyelenggarakan Hukum Pidana Material, sehingga memperoleh keputusan Hakim dan cara bagaimana isi keputusan itu harus dilaksanakan.
Hukum Acara Pidana di Indonesia saat ini telah diatur dalam satu undang-undang yang dikenal dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yakni UU-08-1981, berlaku sejak 31 Desember 1981

B.     Tujuan hukum acara pidana
adalah untuk mencari dan menemukan kebenaran materiil.
Kebenaran materiil adalah kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat.

C.    Sifat Hukum Pidana
Bertitik tolak bahwa hukum acara pidana merupakan bagian dari hukum publik (Public Law) & hukum yang mempertahankan esensi dari hukum pidana, maka sifat hukum acara pidana harus memberikan kepastian prosedur dan rasa keadilan baik dari anasir orang yang dituntut maupun dan kepentingan masyarakat itu sendiri. Dalam konteks demikian, dengan tegas Wirjono Prodjodikoro menyebutkan, ada 2 (dua) sifat dari hukum acara pidana di Indonesia yaitu kepentingan masyarakat dan kepentingan orang yang dituntut serta sistem inquisitoir dan sistem accusatoir .
  1. Kepentingan masyarakat dan kepentingan orang yang dituntut. Yang perlu diperhatikan dalam sifat Hukum Acara Pidana ini adalah harus dipandang dari 2 (dua) opsi kepentingan yang fundamental sifatnya, yaitu : Pertama, dari optik kepentingan masyarakat itu sendiri dalam arti bahwa kepentingan masyarakat harus dilindungi yang mana hal ini merupakan sifat hukum acara pidana sebagai bagian dari hukum publik (Public Law), karena bertugas melindungi kepentingan masyarakat, konsekuensi logisnya harus diambil rindakan tegas bagi seorang yang telah melanggar suatu peraturan hukum pidana sesuai dengan kadar kesalahannya (equality of law) dimana tindakan tegas dimaksudkan sebagai sarana guna keamanan, ketenteraman dan kedamaian hidup bermasyarakat. Kedua, dari aspek kepentingan orang yang dituntut dalam arti hak dari orang yang dituntut dipenuhi secara wajar sesuai ketentuan hukum positif dalam konteks negara hukum (Rechtsstaat) oleh karena itu orang tersebut harus mendapatkan perlakuan secara adil sedemikian rupa, sehingga jangan sampai ditemukan seorang yang tidak melakukan tindak pidana dijatuhi hukuman, sebaliknya orang yang melakukan tindak pidana tidak dijatuhi hukuman atau apabila orang tersebut memang telah melakukan tindak pidana, jangan sampai mendapat hukuman yang terialu berat dan tidak seimbang atau sepadan dengan kadar kesalahannya. Perlakuan secara adil dari orang yang dituntut ini misalnya saja dapat berupa diterapkannya secara ketat asas praduga tidak bersalah (presumption of innocence) sebagaimana diatur dalam Pasal 8 Undang-undang Nomor 4 Tahan 2004 Ketentuan-kekentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman dan Penjelasan Umum butir 3 c KUHAP, atau dapat pula berupa penjatuhan hukuman berdasarkan asas minimum pembuktian serta keyakinan hakim sebagaimana diatur ketentuan Pasal 6 ayat (2) Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 dan Pasal 183 K.UHAP, dan sebagainya.
  2. Sistem "Inquisitoir" dan Sistem "Accusatoir". Pada dasarnya pandangan/doktrin ilmu pengetahuan hukum pidana mengenal adanya dua macam sistem dan proses pemeriksaan dari orang yang diduga telah melakukan suatu tindak pidana. Pengertian Accusatoir dalam bahasa Indonesia merupakan padanan kata dari menuduh terhadap seorang tersangka, yaitu seorang yang telah didakwa melakukan tindak pidana di mana dalam proses dan prosedur serta sistem pemeriksaan terdakwa dianggap sebagai obyek semata-mata ketika berhadapan dengan kepolisian atau kejaksaan sedemikian rupa, sehingga kedua belah pihak masing-masing, mempunyai suatu hak yang sama nilainya, dan hakim berada di atas kedua belah pihak guna menyelesaikan perkara pidana tersebut sesuai Hukum Pidana yang berlaku (Hukum Positif). Sistem Inquisitoir yang dalam bahasa Indonesia merupakan padanan kata dari istilah pemeriksaan, yaitu sistem pemeriksaan yang menganggap tersangka sebagai suatu objek yang harus diperiksa karena adanya suatu dakwaan. Pemeriksaan ini dapat berupa pendengaran si tersangka tentang dirinya sendiri dan dapat melalui keterangan dari beberapa orang saksi. Oleh karena sudah ada, suatu pendakwa yang sedikit banyak diyakini kebenarannya oleh yang mendakwa melalui sumber-sumber pengetahuan di luar tersangka, maka pendengaran tersangka sudah semestinya merupakan pendorongan kepada tersangka, supaya mengaku saja kesalahannya. Minat mendorongkan ke arah pengakuan salah ini biasanya berhubung dengan tahap pendakwa sebagai manusia belaka ialah begitu hebat, sehingga dalam pratek pendorongan ini berupa penganiayaan terhadap tersangka (pijnbank, torure).
Terhadap sistem Inquisitoir, ini Wirjono Prodjodikoro, lebih jauh menjabarkan : sekiranya sudah terang, bahwa dalam negara Indonesia, berhubung dengan adanya suatu sila dari Pancasila yang merupakan 'Peri Kemanusiaan', harus dalam hakikatnya dianut sistem accusatoir. Dalam melakukan kewajibannya pejabat pengusut dan penuntut perkara pidana harus selalu ingat kepada hakikat ini dan menganggap tersangka selalu sebagai seorang objek yang mempunyai hak penuh untuk membela diri.Mungkin sekali dari aturan hukum acara pidana yang sekarang berlaku di Indonesia, ada yang memberi kesempatan kepada pejabat pengusut dan penuntut perkara untuk memperlakukan seseorang tersangka seolah-olah suatu objek belaka, akan tetapi kesempatan ini sebaiknya tidak dipergunakan, sebaiknya peraturan seperti ini selekas mungkin dihapuskan dan diganti dengan peraturan lain. Ternyata sulit sekali menerapkan salah satu asas tersebut secara tegas dan beidiri sendiri (mandiri). Lazim ditemukan, campuran kedua asas inilah yang banyak diterapkan. Hal ini dibenarkan oleh Oemar Seno Adji, sebagai berikut: Kadang-kadang diambillah suatu kesimpulan, bahwa tidak mungkin kita mengatakan bahwa hukum acara pidana dalam suatu negara itu menganut sistem yang murni accusatoir dan murni Inquisitoir melainkan ia mengandung suatu campuran dari kedua-duanya, accusatoir dan iquisatoir, khususnya apabila dikemukakan adanya karakteristik tertentu untuk rnembeda-bedakan kedua sistem tersebut. Misalnya dipergunakan sebagai suatu kriterium adanya suatu pemeriksaan yang terbuka ataupun tertutup terhadap orang yang dituduh melakukan suatu tindak pidana, dengan sendirinya ia menimbulkan suatu stelsel campuran, karena umumnya dalam pemeriksaan pendahuluan kita menerima suatu pemeriksaan yang tidak terbuka, sedangkan pemeriksaan di persidangan pengadilan acara terbuka untuk umum . Karena itu identifikasi suatu sistem accusatoir ataupun inquisitoir dengan sifat demokratis ataupun sifat demokratis dari hukum acara pidana yang berlaku tidak dapat dibenarkan.

Rabu, 02 Maret 2011

MENGENAL SOSIOLOGI

MENGENAL SOSIOLOGI
Uun Sancahya Hendrayana Sukma
Sosiologi berasal dari bahasa Latin yaitu Socius yang berarti kawan, teman sedangkan Logos berarti ilmu pengetahuan. Jadi Sosiologi adalah ilmu pengetahuan tentang masyarakat. Masyarakat adalah sekelompok individu yang mempunyai hubungan, memiliki kepentingan bersama, dan memiliki budaya. Sosiologi hendak mempelajari masyarakat, perilaku masyarakat, dan perilaku sosial manusia dengan mengamati perilaku kelompok yang dibangunnya. Kelompok tersebut mencakup keluarga, suku bangsa, negara, dan berbagai organisasi politik, ekonomi, sosial. Istilah Sosiologi sebagai cabang Ilmu Sosial dicetuskan pertama kali oleh ilmuwan Perancis, bernama August Comtetahun 1842. Sehingga Comte dikenal sebagai Bapak Sosiologi. Selanjutnya Émile Durkheim — ilmuwan sosial Perancis — yang kemudian berhasil melembagakan Sosiologi sebagai disiplin akademis. Di Inggris Herbert Spencer mempublikasikan Sosiology pada tahun 1876. Di Amerika Lester F.Ward mempublikasikan Dynamic Sosiology. Sebagai sebuah ilmu, sosiologi merupakan pengetahuan kemasyarakatan yang tersusun dari hasil-hasil pemikiran ilmiah dan dapat di kontrol secara kritis oleh orang lain atau umum.
1.      Pengertian.
Sosiologi merupakan sebuah istilah yang berasal dari kata latin socius yang artinya teman, dan logos dari kata Yunani yang berarti cerita, diungkapkan pertama kalinya dalam buku yang berjudul “Cours De Philosophie Positive” karangan August Comte (1798-1857). Sosiologi muncul sejak ratusan, bahkan ribuan tahun yang lalu. Namun sosiologi sebagai ilmu yang mempelajari masyarakat baru lahir kemudian di Eropa.
Sejak awal masehi hingga abad 19, Eropa dapat dikatakan menjadi pusat tumbuhnya peradaban dunia, para ilmuwan ketika itu mulai menyadari perlunya secara khusus mempelajari kondisi dan perubahan sosial. Para ilmuwan itu kemudian berupaya membangun suatu teori sosial berdasarkan ciri-ciri hakiki masyarakat pada tiap tahap peradaban manusia.
Dalam buku itu, Comte menyebutkan ada tiga tahap perkembangan intelektual, yang masing-masing merupakan perkembangan dari tahap sebelumya.
Tiga tahapan itu adalah :
  1. Tahap teologis; adalah tingkat pemikiran manusia bahwa semua benda di dunia mempunyai jiwa dan itu disebabkan oleh suatu kekuatan yang berada di atas manusia.
  2. Tahap metafisis; pada tahap ini manusia menganggap bahwa didalam setiap gejala terdapat kekuatan-kekuatan atau inti tertentu yang pada akhirnya akan dapat diungkapkan. Oleh karena adanya kepercayaan bahwa setiap cita-cita terkait pada suatu realitas tertentu dan tidak ada usaha untuk menemukan hukum-hukum alam yang seragam.
  3. Tahap positif; adalah tahap dimana manusia mulai berpikir secara ilmiah.
Comte kemudian membedakan antara sosiologi statis dan sosiologi dinamis. Sosiologi statis memusatkan perhatian pada hukum-hukum statis yang menjadi dasar adanya masyarakat. Sosiologi dinamis memusatkan perhatian tentang perkembangan masyarakat dalam arti pembangunan.oe
Rintisan Comte tersebut disambut hangat oleh masyarakat luas, tampak dari tampilnya sejumlah ilmuwan besar di bidang sosiologi. Mereka antara lain Herbert Spencer, Karl Marx, Emile Durkheim, Ferdinand Tönnies, Georg Simmel, Max Weber, dan Pitirim Sorokin(semuanya berasal dari Eropa). Masing-masing berjasa besar menyumbangkan beragam pendekatan mempelajari masyarakat yang amat berguna untuk perkembangan Sosiologi.
  • Herbert Spencer memperkenalkan pendekatan analogi organik, yang memahami masyarakat seperti tubuh manusia, sebagai suatu organisasi yang terdiri atas bagian-bagian yang tergantung satu sama lain.
  • Karl Marx memperkenalkan pendekatan materialisme dialektis, yang menganggap konflik antar-kelas sosial menjadi intisari perubahan dan perkembangan masyarakat.
  • Emile Durkheim memperkenalkan pendekatan fungsionalisme yang berupaya menelusuri fungsi berbagai elemen sosial sebagai pengikat sekaligus pemelihara keteraturan sosial.
  • Max Weber memperkenalkan pendekatan verstehen (pemahaman), yang berupaya menelusuri nilai, kepercayaan, tujuan, dan sikap yang menjadi penuntun perilaku manusia.
Definisi Sosiologi
Berikut ini definisi-definisi sosiologi yang dikemukakan beberapa ahli.
·       Pitirim Sorokin
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan dan pengaruh timbal balik antara aneka macam gejala sosial (misalnya gejala ekonomi, gejala keluarga, dan gejala moral), sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan dan pengaruh timbal balik antara gejala sosial dengan gejala non-sosial, dan yang terakhir, sosiologi adalah ilmu yang mempelajari ciri-ciri umum semua jenis gejala-gejala sosial lain.
·       Roucek dan Warren
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia dalam kelompok-kelompok.
·       William F. Ogburn dan Mayer F. Nimkopf
Sosiologi adalah penelitian secara ilmiah terhadap interaksi sosial dan hasilnya, yaitu organisasi sosial.
·       J.A.A Von Dorn dan C.J. Lammers
Sosiologi adalah ilmu pengetahuan tentang struktur-struktur dan proses-proses kemasyarakatan yang bersifat stabil.
·       Max Weber
Sosiologi adalah ilmu yang berupaya memahami tindakan-tindakan sosial.
·       Selo Sumardjan dan Soelaeman Soemardi
Sosiologi adalah ilmu kemasyarakatan yang mempelajari struktur sosial dan proses-proses sosial termasuk perubahan sosial.


·       Paul B. Horton
Sosiologi adalah ilmu yang memusatkan penelaahan pada kehidupan kelompok dan produk kehidupan kelompok tersebut.
·       Soejono Sukamto
Sosiologi adalah ilmu yang memusatkan perhatian pada segi-segi kemasyarakatan yang bersifat umum dan berusaha untuk mendapatkan pola-pola umum kehidupan masyarakat.
·       William Kornblum
Sosiologi adalah suatu upaya ilmiah untuk mempelajari masyarakat dan perilaku sosial anggotanya dan menjadikan masyarakat yang bersangkutan dalam berbagai kelompok dan kondisi.
·       Allan Jhonson
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari kehidupan dan perilaku, terutama dalam kaitannya dengan suatu sistem sosial dan bagaimana sistem tersebut mempengaruhi orang dan bagaimana pula orang yang terlibat didalamnya mempengaruhi sistem tersebut.
2. Sejarah dan Perkembangan Sosiologi
a. Sejarah kelahiran sosiologi
Sebagai ilmu, sosiologi masih cukup muda, bahkan paling muda di antara ilmu-ilmu sosial yang lain. Tokoh yang sering dianggap sebagai Bapak Sosiologi adalah Auguste Comte, seorang ahli filsafat dari Perancis yang lahir pada tahun 1798 dan meninggal pada tahun 1853.  Auguste Comte mencetuskan pertama kali nama sociology dalam bukunya yang berjudul Positive Philoshopy yang terbit pada tahun 1938. Pada waktu itu Comte menganggap bahwa semua penelitian tentang masyarakat telah mencapai tahap terakhir, yakni tahap ilmiah, oleh karenanya ia menyarankan semua penelitian tentang masyarakat ditingkatkan menjadi ilmu yang berdiri sendiri, lepas dari filsafat yang merupakan induknya. Pandangan Comte yang dianggap baru pada waktu itu adalah bahwa sosiologi harus didasarkan pada observasi dan klasifikasi yang sistematis, dan bukan pada kekuasaan serta spekulasi.
Di samping mengemukakan istilah sosiologi untuk ilmu baru yang berasal dari filsafat masyarakat ini, Comte juga merupakan orang pertama yang membedakan antara ruang lingkup dan isi sosiologi dari ilmu-ilmu lainnya.
Menurut Comte ada tiga tahap perkembangan intelektual, yang masing-masing merupakan perkembangan dari tahap sebelumnya. Tahap pertama dinamakan tahap theologis, kedua adalah tahap metafisik, dan ketiga adalah tahap positif. Pada tahap pertama manusia menafsirkan gejala-gelajala di sekelilingnya secara teologis, yaitu dengan kekuatan adikodrati yang dikendalikan oleh roh, dewa,  atau Tuhan yang Maha Kuasa. Pada tahap kedua manusia mengacu pada hal-hal metafisik atau abstrak, pada tahap ketiga manusia menjelaskan fenomena-fenomena ataupun gejala-gejala dengan menggunakan metode ilmiah, atau didasarkan pada hukum-hukum ilmiah. Di sinilah sosiologi sebagai penjelasan ilmiah mengenai masyarakat.
Dalam sistematika Comte, sosiologi terdiri atas dua bagian besar, yaitu: (1) sosiologi statik, dan (2) sosiologi dinamik. Sosiologi statik diibaratkan dengan anatomi sosial/masyarakat, sedangkan sosiologi dinamik berbicara tentang perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat.
b. Perkembangan Sosiologi setelah Comte
Istilah sosiologi menjadi lebih populer setelah setengah abad kemudian berkat jasa dari Herbert Spencer, ilmuwan Inggris, yang menulis buku berjudul Principles of Sociology (1876), yang mengulas tentang sistematika penelitian masyarakat.
Perkembangan sosiologi semakin mantap, setelah pada tahun 1895 seorang ilmuwan Perancis bernama Emmile Durkheim menerbitkan bukunya yang berjudul Rules of  Sociological Method. Dalam buku yang melambungkan namanya itu, Durkheim menguraikan tentang pentingnya metodologi ilmiah dan teknik pengukuran kuantitatif di dalam sosiologi untuk meneliti fakta sosial. Misalnya dalam kasus bunuh diri (suicide). Angka bunuh diri dalam masyarakat yang cenderung konstan dari tahun ke tahun, dipengaruhi oleh faktor yang berasal dari luar individu. Dalam suatu jenis bunuh diri yang dinamakan altruistic suicide disebabkan oleh derajat integrasi sosial yang sangat kuat. Misalnya dalam satuan militer, dapat saja seorang anggota mengorbankan dirinya sendiri demi keselematan satuannya. Sebaliknya, dalam masyarakat yang derajat integrasi sosialnya rendah, akan mengakibatkan terjadinya bunuh diri egoistik (egoistic suicide). Derajat integrasi sosial yang rendah dapat disebabkan oleh lemahnya ikatan agama ataupun keluarga. Seseorang dapat saja melakukan bunuh diri karena tidak tahan menderita penyakit yang tidak kunjung sembuh, di lain sisi ia merasa tidak mempunyai ikatan apapun dengan anggota keluarga atau masyarakat yang lain. Pada masyarakat yang dilanda kekacauan, anggota-anggota masyarakat yang merasa bingung karena tidak adanya norma-norma yang dapat dijadikan pedoman untuk mencapai kebutuhan-kebutuhan hidupnya, dapat saja melakukan bunuh diri jenis anomie (anomic suicide). Berbagai macam jenis bunuh diri ini, oleh Durkheim dinyatakan sebagai peristiwa yang terjadi bukan karena faktor-faktor internal individu, melainkan dari pengaruh faktor-faktor eksternal individu, yang disebut fakta sosial..
Banyak pihak kemudian mengakui bahwa Durkheim sebagai ”Bapak Metodologi Sosiologi”. Durkheim bukan saja mampu melambungkan perkembangan sosiologi di Perancis, tetapi bahkan berhasil mempertegas eksistensi sosiologi sebagai bagian dari ilmu pengetahuan ilimiah (sains) yang terukur, dapat diuji, dan objektif.
Menurut Durkheim, tugas sosiologi adalah mempelajari apa yang disebut fakta sosial. Fakta sosial adalah cara-cara bertindak, berfikir, dan berperasaan yang berasal dari luar individu, tetapi memiliki kekuatan memaksa dan mengendalikan individu. Fakta sosial dapat berupa kultur, agama, atau isntitusi sosial.
Perintis sosiologi yang lain adalah Max Weber. Pendekatan yang digunakan Weber berbeda dari Durkheim yang lebih menekankan pada penggunaan metodologi dan teknik-teknik pengukuran kuantitatif dari pengaruh faktor-faktor eksternal individu. Wever lebih menekankan pada pemahaman di tingkat makna dan mencoba mencari penjelasan pada faktor-faktor internal individu. Misalnya tentang tindakan sosial. Tindakan sosial merupakan perilaku individu yang diorientasikan kepada pihak lain, tetapi bermakna subjektif bagi aktor atau pelakunya. Makna sebenarnya dari suatu tindakan hanya dimengerti oleh pelakukunya. Tugas sosiologi adalah mencari penjelasan tentang makna subjektif dari tindakan-tindakan sosial yang dilakukan oleh individu.
3. Karakteristik Sosiologi
Sebagai ilmu, sosiologi memiliki sifat hakikat atau karakteristik sosiologi:
  1. Merupakan ilmu sosial, bukan ilmu kealaman ataupun humaniora
  2. Bersifat empirik-kategorik, bukan normatif atau etik; artinya sosiologi berbicara apa adanya tentang fakta sosial secara analitis, bukan mempersoalkan baik-buruknya fakta sosial tersebut. Bandingkan dengan pendidikan agama atau pendidikan moral.
  3. Merupakan ilmu pengetahuan yang bersifat umum, artinya bertujuan untuk menghasilkan pengertian dan pola-pola umum dari interaksi antar-manusia dalam masyarakat, dan juga tentang sifat hakikat, bentuk, isi dan struktur masyarakat.
  4. Merupakan ilmu pengetahuan murni (pure science), bukan ilmu pengetahuan terapan (applied science)
  5. Merupakan ilmu pengetahuan yang abstrak atau bersifat teoritis. Dalam hal ini sosiologi selalu berusaha untuk menyusun abstraksi dari hasil-hasil observasi. Abstraksi tersebut merupakan kerangka dari unsur-unsur yang tersusun secara logis serta bertujuan untuk menjelaskan hubungan sebab-akibat sehingga menjadi teori.
4. Kegunaan Sosiologi dan Peran Sosiolog
Sosiologi dipelajari untuk apa? Dengan pertanyaan lain mengapa kita belajar sosiologi? Pertanyaan-pertanyaan itu dapat dijawab dengan uraian tentang peran sosiolog (ahli sosiologi) berikut ini.
Sebenarnya di mana dan sebagai apa seorang sosiolog dapat berkiprah, tidak mungkin dapat dibatasi oleh sebutan-sebutan dalam administrasi okupasi (pekerjaan/mata pencaharian) resmi yang dileluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Di beberapa negara telah muncul pengakuan yang kuat terhadap sumbangan dan peran sosiolog di berbagai bidang kehidupan dan pembangunan.
Horton dan Hunt (1987) menyebutkan beberapa profesi yang pada umumnya diisi oleh para sosiolog.
  1. Ahli riset, baik itu riset ilmiah (dasar) untuk perkembangan ilmu pengetahuan ataupun riset yang diperlukan untuk kepentingan industry (praktis)
  2. Konsultan kebijakan, khususnya untuk membantu untuk memprediksi pengaruh sosial dari suatu kebijakan dan/atau pembangunan
  3. Sebagai teknisi atau sosiologi klinis, yakni ikut terlibat di dalam kegiatan perencanaan dan pelaksanaan program kegiatan dalam masyarakat
  4. Sebagai pengajar/pendidik
  5. Sebagai pekerja sosial (social worker)
Di luar profesi yang telah disebutkan oleh Horton dan Hunt tersebut, tentu saja masih banyak profesi lain yang dapat digeluti oleh seorang sosiolog. Banyak bukti menunjukkan, bahwa dengan kepekaan dan semangat keilmuannya yang selalu berusaha membangkitkan sikap kritis, para sosiologi banyak yang berkarier cemerlang di berbagai bidang yang menuntut kreativitas, misalnya dunia jurnalistik. Di jajaran birokrasi, para sosiolog sering berpeluang menonjol dalam karier karena kelebihannya dalam dalam visinya atas nasib rakyat.
Seiring dengan perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat, keterlibatan para sosiolog di berbagai bidang kehidupan akan semakin penting dan sangat diperlukan. Perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat akan menuntut penyesuaian dari segenap komponen masyarakat yang menuntut kemampuan mengantisipasi keadaan baru. Para sosiolog pada umumnya unggul dalam hal penelitian sosial, sehingga perannya sangat diperlukan.